Pelbagai riset internasional mencatat bahwa dalam dua dekade ke depan, Indonesia akan tumbuh menjadi negara maju. Hal ini ditandai dengan adanya bonus demografi yang diprediksi menjadi kunci utama dalam menyosong visi Indonesia emas 2045. Bonus demografi adalah kondisi dimana potensi pertumbuhan ekonomi terciptah akibat transisi demografi (perubahan struktur masyarakat). Dalam makna yang lebih jelas, dimana jumlah rata-rata usia produktif masyarakat Indonesia lebih dominan ketimbang usia nonproduktif. Ringkasnya, peran anak muda memiliki andil yang cukup signifikan dalam mewujudkan cita-cita tersebut.
Dalam perjalanan menjemput Indonesia emas itu, pengembangan sumber daya manusia, secara khusus pada anak muda menjadi urgent. Meski tidak dimungkiri semua elemen harus turut berperan, tetapi kontribusi anak muda merupakan bagian terkuat dalam menentukan keberhasilan mimpi tersebut. Ini dikarenakan mereka merupakan sendi-sendi negara yang membentuk laku, martabat dan posisi Indonesia dalam pandangan dunia. Sebagaimana adagium yang mahsyur menuturukan, bahwa maju mundurnya suatu bangsa dan negara ditentukan oleh anak mudanya. Dengan demikian, anak muda menjadi pionir utama dalam kemajuan negara Indonesia.
Ironinya, fakta dilapangan terkait keadaan anak muda di era kiwari ini cukup memprihatinkan. Alih-alih sebagai tonggak kemajuan negara, mereka justru menjadi duri yang menghambat pergerakan kesuksesan Indonesia. Pelbagai kondisi yang sedang berkembang menjadi contoh konkret atas hal tersebut. Di antaranya minimnya minat literasi, individuasi yang ekstrem, apatisme politik hingga kurangnya rasa nasionalisme. Situasi yang demikian menggambarkan bahwa visi Indonesia emas berbanding terbalik dengan upaya masyarakatnya. Di sisi lain, mereka diharapkan memenuhi tiga kompentensi negara maju, yaitu dalam bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi.
Lantas, apa hal yang mesti dibenahi terlebih dahulu dalam merealisasikan visi Indonesi emas tersebut? Dalam essay singkat yang berjudul Melihat ke Muka, Soekarno menuliskan tentang perjuangan rokh. Maksudnya, ialah semangat perjuangan. Ia menyatakan bahwa segala upaya, perbuatan dan usaha untuk meraih persatuan dan kemerdekaan Indonesia harus terlebih dahulu berasaskan pada rokh semangat. Hal ini mesti dibangunkan dan dihidupkan pada setiap sanubari insan. Jika rokh semangat itu mati dan masih diperbudak, maka segala bentuk perbuatan luhur menuju kemerdekaan akan menjadi akan sia-sia. Karena perbuatan tidak bisa luhur jikalau tidak dipikul oleh rokh dan semangat yang tinggi pula.
Lebih lanjut, Bapak Proklamator itu menjelaskan, bahwa dalam membangkitan rokh dan semangat, para nasionalis memiliki peran penting. Peran tersebut adalah membuat masyarakar Indonesia mempunyai harapan dan keyakinan atas keberhasilan yang dilakukan oleh mereka sendiri. Tersebab, harapan dan kepercayaan itulah yang menjadi sendinya tiap-tiap rokh nasional. Dengan semangat rokh dan semangat merdeka yang tertanam di setiap orang Indonesia, maka mereka akan memiliki cita-cita yang sama, sehingga kemauan nasional untuk Indonesia merdeka dapat terwujud dengan nyata.
Kondisi masyarakat indonesia si muka dan pelbagai variabel yang membentuk negara maju, menurut saya, perjuangan rokh menjadi pondasi yang paling dasar atas terwujudnya cita-cita itu. Perjuangan rokh yang saya maksud adalah rasa kepedulian terhadap keadaan negara dan seisinya. Hal ini merupakan seruan yang mesti digelorakan dalam setiap benak warga Indonesia. Sudah maklum diketahui, bahwa sebesar apapun visi Indonesia emas, SDA dan SDM yang melimpah, kalau tidak ditopang kuat dengan rasa empati dan simpati terhadap negara sendiri, maka hal itu hanya akan melahirkan bualan belaka.
Lebih jauh dari itu, perjuangan rokh dalam memenuhi standar masyarakat yang beragam memiliki dua hal mangkus. Pertama, rana spiritual. Yaitu jiwa sebagai rokh, dalam hal ini dapat dimaknai jiwa atau semangat. Ini yang kelak menjadi kekuatan pendorong dalam diri sendiri yang melampui batas fisik. Selain itu, perjuangan rokh beguna untuk menguatkan diri, menumbuhkan semangat dan meraih potensi tertinggi. Kedua, rana mental. Yakni perlawanan yang dilakukan untuk menciptakan nilai-nilai luhur, baik secara fisik, intelektual dan psikologis. Dengan terpenuhinya dua kompenen ini, niscaya visi Indoneisa emas untuk menjadi negara maju akan lebih luwes.
Dalam proses memanifestasikan perjuangan rokh tersebut pada tubuh Indonesia, rasa nasionalisme harus lebih dahulu terpaut dalam alam bawah sadar anak muda. Nasionalisme yang lebih dari sekedar cinta tanah air, melainkan sebuah ideologi kompleks dan mendalam yang memuat nilai-nilai luhur seperti kemanusian, kesatuan dan keadilan sosial. Mereka sebagai tiang negara seyogianya menumbuhkan prinsip-prinsip ini agar terciptanya harapan dan kepercayaan di tengah masyarakat. Harapan yang membawah keyakinan, bahwa Indonesia bisa menjadi negara maju dan adidaya dengan pelbagai keragaman dan kebhinekaan yang ada.
Mark Marson seorang psikolog Amerika memuat tiga hal yang perlu disadari agar harapan tersebut tetap eksis. Pertama, kesadaran akan kendali. Dalam artian, kendali atas hidup, yakni kita memiliki kewenangan dalam menentukan dan memengaruhi jalan nasib di masa mendatang. Selanjutnya, kepercayaan akan nilai sesuatu. Yakni, kita mempunyai sesuatu yang cukup penting untuk diperjuangkan dan harga yang lebih baik untuk dikejar sekuat tenaga. Terakhir, sebuah komunitas, kita mesti merekat pada sebuah kelompok yang memiliki tujuan yang sama dan memegang teguh serta menghargai nilai-nilai yang ingin diwujudkan.
Jika bercermin pada visi Indonesia emas di atas, unsur-unsur dasar yang dapat mengantarkan pada mimpi luhur itu sejak dulu telah ada. Soekarno dari masa sebelum kemerdekaan telah menanamkan nilai-nilai perjuangan kepada masyarakat Indonesia, bahwa penjajahan dan perbudakan bisa teratasi asalkan ada rasa persatuan yang dibentuk dari kepedulian akan bangsa dan negara. Begitu pun dengan kondisi Indonesia saat ini, kemajuan yang gemilang bisa dicapai jika semua elemen menyadari akan pentingnya sebuah negara yang memberikan kesejahteraan, ketenteraman dan kenyamanan di pelbagai aspek kehidupan.
Indonesia yang terdiri dari pelbagai elemen masyarakat dan sumber daya alam yang memadai, rasanya tidak sulit untuk menjadi negara berdikari, jika seluruh insannya memiliki kesadaran, kemauan dan harapan akan hal tersebut. Terlebih di tengah era globalisasi dan digitalisasi yang memberikan informasi dan pengetahuan yang tak terbatas. Sebagaimana yang kita ketahui, bahwa situasi saat ini jauh lebih baik dari sebelumnya, dimana material masih terbatas, teknologi belum secanggih dan semasif sekarang. Apalagi lagi situasi Indonesia saat ini sedang tidak dijajah secara fisik. Kalau cita-cita luhur itu tidak tercapai, Soekarno Bapak kemerdekaan kiranya akan kecewa melihat bangsanya yang masih terjebak dalam paradoks kemajuan.